Manifesto demokratisasi ekonomi, tindak lanjut penuhi tuntutan rakyat
Indonesia tengah memasuki babak penting dalam sejarah ekonominya. Di tengah berbagai capaian pembangunan, kesenjangan sosial-ekonomi masih menjadi tantangan besar yang tak bisa diabaikan.
Data Oxfam 2024 menunjukkan fakta yang mengejutkan, kekayaan 100 juta rakyat Indonesia termiskin setara dengan kekayaan empat keluarga konglomerat, sementara satu persen penduduk menguasai hampir separuh pendapatan nasional.
Ketimpangan ini bukan sekadar angka statistik, melainkan potret nyata bahwa struktur ekonomi kita masih belum sepenuhnya berpihak pada keadilan sosial sebagaimana amanat konstitusi.
UUD 1945 dengan tegas menegaskan bahwa perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
Kata disusun berarti negara dan seluruh pemangku kepentingan memiliki kewajiban merancang sistem ekonomi yang adil dan inklusif, bukan membiarkan ketidakadilan terjadi secara alami.
Gagasan demokratisasi ekonomi hadir untuk menjawab tantangan ini. Demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi akan membuat kekuasaan ekonomi dan politik terkonsentrasi pada segelintir elit, menggerus peran rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
Demokratisasi ekonomi bukanlah sekadar konsep teoretis, melainkan langkah nyata untuk mengembalikan kendali perekonomian ke tangan rakyat dan memastikan pertumbuhan ekonomi memberikan manfaat seluas-luasnya.
Semangatnya bukan memusuhi pemilik modal, melainkan menyeimbangkan akses, peluang, dan distribusi sumber daya agar kemakmuran bersama benar-benar terwujud.
Salah satu langkah strategis adalah menjamin pendapatan minimum bagi setiap warga negara. Indonesia memiliki potensi fiskal yang cukup besar untuk memastikan tidak ada satu pun rakyatnya yang kelaparan.
Alokasi anggaran dari APBN dapat diarahkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar ini. Kebijakan ini bukan semata-mata soal bantuan sosial, tetapi tentang pengakuan negara terhadap martabat setiap warga sebagai bagian dari keluarga besar bangsa.
Dengan fondasi ini, rakyat memiliki kesempatan lebih luas untuk mengembangkan potensi diri dan berkontribusi pada pembangunan.
Keadilan ekonomi juga harus diwujudkan melalui keterlibatan lebih besar bagi pekerja dalam kepemilikan perusahaan.
Wacana kepemilikan saham minimal 20 persen untuk buruh, yang dapat ditingkatkan bertahap, membuka ruang partisipasi ekonomi yang lebih luas.
Ini adalah cara memastikan pekerja mendapatkan manfaat langsung dari nilai yang mereka hasilkan. Selain itu, pembatasan rasio gaji antara yang tertinggi dan terendah maksimal 20:1 akan menjaga keseimbangan dan mencegah kesenjangan upah yang ekstrem.
Jika kesejahteraan pekerja meningkat, daya beli masyarakat akan lebih kuat, yang pada akhirnya memperkuat roda perekonomian nasional.
Demokratisasi ekonomi juga menuntut transformasi BUMN dan BUMD agar kembali pada perannya sebagai instrumen kesejahteraan publik.
Rakyat perlu dilibatkan dalam kepemilikan dan pengelolaan aset negara sehingga hasil pembangunan dapat dinikmati bersama.
Dengan membuka ruang partisipasi publik dalam tata kelola, transparansi dan akuntabilitas akan meningkat, dan keberadaan BUMN serta BUMD tidak hanya menjadi mesin profit, tetapi juga sarana pemerataan kesejahteraan
Perlu pembaruan
Isu agraria menjadi fondasi lain dari keadilan ekonomi. Reforma agraria sejati diperlukan, bukan sekadar sertifikasi lahan, melainkan distribusi dan pengelolaan tanah yang adil.
Koperasi rakyat menjadi kunci dalam mengelola tanah secara kolektif, mencegah komersialisasi berlebihan, dan memberdayakan petani kecil sebagai subjek utama pembangunan pertanian.
Dengan model ini, rakyat tidak hanya memiliki lahan, tetapi juga kekuatan untuk mengelola dan memanfaatkannya secara berkelanjutan, menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Kerangka kebijakan ekonomi nasional juga memerlukan pembaruan. Indonesia membutuhkan Undang-Undang Sistem Perekonomian Nasional sebagai payung hukum yang mampu menegaskan kembali arah pembangunan sesuai Pasal 33 UUD 1945.
Reformasi total terhadap berbagai regulasi yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat perlu dilakukan.
Selain itu, peran Bank Indonesia sebagai otoritas moneter harus diperkuat agar kebijakan moneter tidak hanya menjaga stabilitas rupiah, tetapi juga mendukung penciptaan lapangan kerja, stabilitas harga pangan, dan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Kemandirian ekonomi juga menuntut perubahan paradigma dalam pembangunan. Resep lama berbasis akses kredit, subsidi, dan bantuan sosial yang menempatkan rakyat sebagai objek sudah saatnya diganti dengan pendekatan baru yakni pembangunan kelembagaan dan infrastruktur ekonomi rakyat.
Fokusnya adalah memperkuat kapasitas masyarakat untuk menjadi subjek aktif pembangunan, sehingga mereka memiliki daya tawar dalam menentukan arah masa depannya sendiri.
Di sisi lain, pengelolaan utang negara memerlukan keberanian untuk mengambil langkah tegas. Politik utang besar-besaran yang tidak terkendali hanya akan memperlebar ketergantungan terhadap pemodal asing dan menggerus kedaulatan ekonomi.
Demokratisasi ekonomi mengajak kita untuk merancang strategi pembiayaan yang lebih kreatif, berkelanjutan, dan berpihak pada kepentingan nasional, sehingga pembangunan dapat berjalan tanpa mengorbankan masa depan generasi berikutnya.
Kedaulatan pangan dan energi menjadi pilar utama ketahanan ekonomi. Indonesia harus menempatkan pangan dan energi sebagai fondasi pembangunan, bukan hanya mengandalkan sektor tambang dan perkebunan monokultur yang rentan terhadap gejolak global.
Substitusi barang impor menjadi bagian dari strategi ini, memperkuat produksi dalam negeri, membangun industri pangan dan energi, serta memprioritaskan impor barang modal yang mendukung pengembangan kapasitas industri lokal dan rumah tangga.
Dengan begitu, ketergantungan pada pasar global dapat dikurangi, sementara kemandirian ekonomi nasional semakin kokoh.
Agenda demokratisasi ekonomi ini bukanlah cita-cita utopis. Semua langkahnya konkret, terukur, dan sesuai amanat konstitusi.
Namun, keberhasilannya menuntut kerja sama kolektif antara pemerintah, dunia usaha, pekerja, akademisi, dan masyarakat sipil.
Demokratisasi ekonomi adalah jalan untuk memulihkan martabat rakyat dan memastikan pertumbuhan ekonomi tidak hanya dimiliki oleh segelintir orang, melainkan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Indonesia memiliki potensi luar biasa, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Tantangannya adalah memastikan potensi itu dikelola untuk kesejahteraan bersama.
Saatnya mengembalikan perekonomian ke pangkuan rakyat, menguatkan gotong royong, dan menata ulang sistem agar benar-benar selaras dengan cita-cita kemerdekaan: mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demokratisasi ekonomi bukan sekadar pilihan, melainkan keniscayaan untuk memastikan Indonesia berdiri tegak sebagai bangsa yang berdaulat, inklusif, dan sejahtera
*) Penulis adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES),CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR), Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang.
0 Response to "Manifesto demokratisasi ekonomi, tindak lanjut penuhi tuntutan rakyat"
Posting Komentar